Anike T. H Sabami Ketua Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) |
Manokwari (8/10/2021) - Pandemi covid 19 menjadi momok yang menakutkan. Penyakit yang timbul akibat terpapar Virus C19 pun bervariasi seperti batuk, demam, sakit kepala, penyakit jantung, dan lain sebagainya. Dampak buruk dari adanya virus ini pun sangat luas dan tidak hanya menyerang sektor pendidikan, pertanian, perikanan dab pertahanan saja bahkan sampai kepada mama mama pedagang sayur lokal di Manokwari pun mengeluhkan dampak yang mereka alami.
Melalui Ibu Anike Sabami atau yang akrab dipanggil mama Ani selaku ketua Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) menceritakan dampak pandemi covid-19 terhadap Perempuan Papua yang berada di Manokwari, menurutnya banyak hal sebenarnya yang dialami kaum perempuan Papua, begitu banyak temuan-temuan yang harus menjadi perhatian bersama semua pihak, terutama Pemerintah Daerah baik itu Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Papua Barat. Selain pemerintah daerah, para pihak yang memberikan pendampingan khusus perempuan dan anak juga harus terlibat dalam hal ini.
"Perempuan Papua dalam masa pandemic seperti ini mengalami kesulitan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga, karena dapat dikatakan saat ini perempuan juga turut mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Berbicara tentang ekonomi keluarga tidak terlepas dari keluarga itu sendiri, bagaimana mereka memenuhi kebutuhan hari-hari ini dengan cara berjualan di pasar. Hal ini berbeda ketika seseorang bekerja sebagai pejabat atau pegawai yang setiap bulannya pasti mendapatkan gaji. Tetapi, bagaimana dengan perempuan yang bahkan suaminya tidak memiliki pekerjaan sama sekali, akhirnya para perempuan ini harus berjualan di pasar untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil jualan di pasar tidak lain untuk memberi makan anak dan suami, kalau ada penghasilan tambahan mereka juga membiayai keperluan pendidikan anak." Kata mama Ani kepada tim media. (8/10/2021)
Pandemi covid-19 ini membawa luka tersendiri bagi kaum perempuan Papua, mereka bahkan menangis karena dalam masa sulit seperti ini dengan harus berjualan di pasar, tetapi kemudian hasil jualan mereka tidak seberapa karena kurangnya pembeli.
Lebih lanjut, mama ani juga mengatakan bahwa bantuan-bantuan dari pemerintah berupa BLT yang mereka temukan di lapangan itu tidak semua perempuan Papua dapat. Sebaliknya yang telah diketahui bersama, yang menerima bantuan BLT antara lain mereka yang berstatus pegawai. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah, agar pendataan penerima bantuan BLT itu diperjelas dan secara khusus menyasar perempuan Papua yang secara nyata yang membutuhkan. Menurut mama Ani, perhatian pemerintah juga harus ditujukan kepada perempuan Papua.
Menurut Yayasan Mitra Perempuan Papua (YMP2) melihat bahwa Dampak pandemic covid-19 bagi perempuan Papua tidak berhenti sampai disitu. Kekerasan berbasis gender di masa pandemic seperti ini juga mengalami peningkatan, kekerasan tersebut dibagi menjadi dua yaitu kekerasan psikis dan kekerasan fisik. Kekerasan fisik ini sendiri bermula dari pandangan kultural yang menilai jika seorang suami sering ditekan oleh istri, maka mereka akan marah.
"Selain kekerasan, kehadiran pandemic juga berdampak pada pendapatan perempuan Papua yang berjualan di pasar, yang mana dalam hal ini pendapatan mereka berkurang jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemic. Hal tersebut disampaikan oleh tiga orang mama yang mengatakan bahwa di masa sebelumnya itu mereka dapat penghasilan tinggi, tapi hari-hari ini mereka dapat penghasilan rendah sekali, sehingga tidak bisa mencukupi pemenuhan kebutuhan keluarga." Tegas Anike Sabami ketua yayasan YMP2.
Harapan mama Ani selaku ketua Yayasan Mitra Perempuan Papua untuk seluruh masyarakat yang ada di tanah papua untuk tidak perlu gentar dan takut karena ini adalah sebuah cobaan yang harus kita lalui bersama dan secara iman Kristiani kita harus percaya bahwa perlindungan Tuhan itu ada.
"Kita harus punya semangat, dan terlebih bagi perempuan Papua. Gerakan perempuan di masa pandemic untuk sebuah perubahan itu penting, maka perempuan bisa berdoa untuk sebuah pemulihan besar terjadi. Kalau ada gerakan perempuan di Eropa dengan melahirkan 1000 perempuan untuk sebuah perubahan, maka di Papua juga bisa. Perempuan jangan sikut menyikut, tetapi mari bersama-sama bergandengan tangan karena perempuan adalah motivator kekerabatan dan menjadi penolong dalam keluarga." Tutupnya dengan penuh semangat dan optimis bahwa perempuan Papua mampu membawa perubahan untuk tanah Papua.
Penulis: FW
#balitbangdapb,#provinsipapuabarat, #provinsipembangunanberkelanjutan, #kasmenyalakopuskill, #matapenalitbangpb2021,#papuaitukeren
No comments:
Post a Comment